Rasanya “Nano-Nano Ulala”

Posted on Updated on

Gambar

Apa benar mencintai itu fitrah?

Tapi… ah, terserah mau fitrah atau bukan.

Ketika aku jatuh “cinta” pada seseorang

Cenderung hatiku menjadi sakit

Tepatnya berpenyakit…

Kenapa?

Alasannya…

Bisa jadi karena tak mampu mengelola perasaan

Berbeda

Iya, berbeda dengan ketika aku mengagumi

Gampang mengagumi banyak orang

Baik mereka perempuan atau laki-laki

Sampai ada yang menyeletuk “Gampang banget kamu kagum sama orang?”

Terkadang mudah kagum itu juga sering dibuat kecewa

Tapi

Ketika aku jatuh cinta

Lama…..

Nalarku berasumsi “Sesak”

Hasratku berargument “Rindu”

Hatiku berdetak “Apa ini?”

Dan naluriku berkata “Sudahi saja perasaan ini”

Bisikan pun datang “Ayo katanya hatimu ingin diisi Allah saja jadi lupakanlah dia, jauhi dia”

Rasa mu tak akan memberi manfaat sekarang

Rasa mu tak akan ada artinya untuk saat ini

Dan rasamu akan berdampak menyakitkan

Logika ku bilang “Iya sih, itu benar”

Untuk saat ini tak ada gunanya aku menyukai seseorang secara berlebihan

Karena hal yang sama mungkin akan terulang kembali

Iya benar, hal yang sama akan terulang kembali

Dan hal yang sama itu adalah “patah hati”

Aku pernah dibuat patah hati

Oleh cinta pertamaku

Dia yang hanif nan cerdas

Tapi bukan aktifis

Dan dia telah menikah

Lalu… Sekarang sepertinya rasa yang sama melandaku lagi

Rasa yang membuatku tidak fokus

Rasa yang membuatku sedih

InsyaAllah, dia adalah seorang yang hanif juga

Plus aktifis dakwah

Memang seleraku tidak jauh-jauh dari yang beraroma Islam

Dan aku tidak ada ketertarikan pada seorang non muslim

Meski mereka gantengnya bak artis korea yg kebanjiran fanster

Penampilan fisik kurang berefek padaku

Otakku bilang “ganteng or cantik itu relatif”

Yang membuatku terpukau adalah takwanya seseorang

Dan yang membuatku semakin tergoda adalah kecerdasannya seseorang

Siapa sih yang tidak mau imam yang hanif cerdas pula?

Sekarang pilihanku adalah melupakannya

Tindakku adalah menjauhinya

Ekspresiku mencoba datar

Senyumku mencoba menipis

Rasaku kubohongi dan semakin berpura-pura tidak suka

Jejaring sosial tempatku menyimak petuah-petuahnya juga sudah ku blokir

Kontak pun ku delete

Aneh!

Iya, aku memang aneh

Mungkin ada yang mau bilang aku bukan pejuang cinta

Ngapain juga jadi pejuang untuk hal yang tak pasti seperti itu

Dan aku pun tahu,

namanya sering disebut banyak wanita lain yang terpesona

Dan aku tidak ingin menjadi bagian dari mereka yang bisanya menggoda

Yang memburu perhatiannya

Cemburu?

Buat apa cemburu… maaf saja itu bukan caraku

Dia loh bukan siapa-siapanya aku

Suami saja bukan, tidak penting! Afwan….!

Aku maunya cemburu sama Bidadari Surga

Bidadari-bidadari yang menjadi calon permaisuri suamiku

Meski aku tidak tahu, nantinya suamiku itu siapa?

Saat ini…

Yang kulakukan hanyalah “Percaya”

Percaya pada Allah saja

“Aku titip dia yang kusuka sama Allah saja”

Jika dia yang terbaik untukku semoga didekatkan dalam ikatan yang halal

Jika bukan dia orangnya, maka pintaku pada Allah agar dia dijauhkan dariku

Hora!

Dan kini aku akan bercerita hal yang sebaliknya

Apa benar dicintai itu fitrah?

Tapi… ah, terserah mau fitrah atau bukan.

Ketika aku “dicintai” oleh seseorang

Cenderung hatiku menjadi sakit

Tepatnya berpenyakit…

Kenapa?

Alasannya…

Tak jauh berbeda dengan ketika aku mencintai

Aku tak mampu mengelola hatiku

Aku cenderung kesal ketika disukai

Ketika disukai adalah hal yang sama saja dengan menyukai “Sesak”

Aku disukai orang yang kuanggap sahabatku sendiri

Kini berdebat dan berdebat

Harusnya dari awal aku sadar tiada istilah persahabatan antar dua insan yang berbeda

Dan dengan terang-terangan dia bilang suka

Padahal dia aktifis dakwah, sempat-sempatnya bilang suka sama aku

Impianku adalah ada seorang yang hadir dan menyatakan cinta padaku dalam pernikahan

Tapi ini malah membuat berantakan

Dan dia bilang “percayalah akan pecinta sejati”

Tak jawab “cinta sejati itu omong kosong”

Yakinku tak ada cinta sejati sebelum pernikahan

Cinta sebelum pernikahan itu adalah bongkahan ujian, dan proses seleksi hati

dan yang membuatku semakin kesal adalah ketika aku dengar dia mengumbar ceritanya kepada teman-teman yang lain termasuk Murobbi,

Dan aku seakan menjadi terdakwa

Memangnya aku apakan dia?

Tidak aku apa-apain kok?

Sampai ada omongan si akhwat sering curhat

Terdengar centil aku?!

Sekarang aku tanya siapa yang inbox fb dan punya no hp ku duluan?????

Siapa juga yang suka ngajak berdebat?

Dan tiap komunikasi selalu membahas seputar Islam

Tidak jauh-jauh dari sok-sokan sok tahu tentang kajian, fiqh, buku, hizb..

Tapi memang aku akui aku sempat cerita hal pribadi

cerita tentang kegalauanku seputar salah jurusan di perkuliahanku sih

Nah loh?

Tapi sumpah demi Allah, aku tidak pernah bicara hal-hal yang tidak pantas dibicarakan

Seperti menggodanya dan lain-lain

Menelpon dan lain-lain dengan nada ganjen apalagi.

Hanya satu kali aku telpon dia

untuk minta tolong membelikan keperluan kertas dan lain-lain waktu FSDA,

itu pun siang, singkat, meski saat itu aku sedang panik karena pekerjaanku belum kelar….

Tapi mereka dengan kata-kata seolah menuduh dan menterdakwaiku “bersalah”

Tidak adil…! Cari hujjah nya dulu donk! Jangan seenaknya menuduh!

Coba lihat sana akhwat yang sering smsan dan telpon-telponan dengan ikhwan di atas jam malam dengan ketawa ketiwi pula, dan yang dibahas pun tidak penting….

Dan sempat aku dengar ada akhwat yang pernah pacaran kendati jadi aktifis,

dan ada juga yang boncengan sana-sini sampai sekarang…

Mereka dibiarin saja tuh…

Nah aku? Dibesar-besarkan dan kenapa selalu aku yang disalahkan?

Astaghfirullah…. Ah, slow slow…

Oh iya dia juga mengaku sering dicurhatin tiga akhwat dulunya

Dalam hal pribadi dan minta nasehatnya

Dan satu diantaranya cantik sekali, Subhanallah….

Nah terus mbok yo kok aku yang disukai?

Sambil pakai acara laporan ke MR lagi!

Yang seperti itu dibilang cinta?

Apanya yang cinta?!

Yang kudapat adalah tersakiti

Dan yang membuatku kecewa, rusaklah persahabatan

Coba dia tidak pernah baik sama aku

Mungkin aku sudah membencinya

Tapi, aku masih ingat kebaikan-kebaikannya

Dia adalah sahabatku

Aku masih kasihan padanya, masih simpati

Dan dia tetap kuanggap sebagai saudara sampai detik ini

Sering kali aku berusaha membuat dia membenciku

Karena hal yang sama mungkin akan terulang kembali

Iya benar, hal yang sama akan terulang kembali

Dan hal yang sama itu adalah “patah hati”

Aku pernah membuat orang-orang yang menyatakan cinta padaku patah hati

Tapi anak ini keras kepala

Makanya aku kesal, kesal pada diriku sendiri

Aku hanya ingin dia tidak perlu menyukaiku

Aku bukanlah orang yang baik untuknya

Dan sudah kujelaskan itu semua

Tapi tetap saja bersih keras

Ya Allah, dicintai orang itu adalah ujian

Sama halnya dengan menyukai seseorang

Benar-benar ujian

Aku tidak ingin membenci siapa pun

Aku tidak ingin membenci, nanti Allah jadi benci sama aku karena tidak suka sama hambaNya

Aku sedih, karena dia adalah sahabatku

Seorang yang selama ini sering membantuku

Dan aku tidak ingin ini semua terjadi

Tapi mau bagaimana lagi hatiku tidak bisa dipaksakan

Aku tidak ingin memberi harapan

Makanya aku pun medelete jejaring sosialnya

Tapi tidak aku blokir, aku tidak ingin semakin menyakitinya

Aku juga mendelete kontak dengannya

Saat ini…

Yang kulakukan hanyalah “Percaya”

Percaya pada Allah saja

“Aku titip dia sama Allah saja”

Semoga dia bertemu dengan wanita yang shalihah yang jauh lebih baik dariku

Atau jika ternyata akulah yang terbaik untuknya, semoga Allah membukakan hatiku

Cukup adil untukku ditengah perasaanku yang nano-nano

Namun aku tak tahu apakah ini adil untuk dua orang yang berbeda

Harusnya aku tidak memutus jejaring sosial mereka

Harusnya aku tidak mendelete kontak mereka

Salah mereka apa coba?

Yang salah kan aku bukan mereka?

Akhirnya aku pun memblokir jejaring sosial (FB) ku sendiri

Karena semua bermula dari FB

Aku sekarang cukup mengikuti dunia twitter dan mengisi tulisan-tulisan ku

Toh…. mereka tidak akan baca-baca blog yang ku kelola

Dan mereka tidak mungkin mengikuti twitterku juga

Entah mereka punya twitter or tidak?

Peduli amat?!

Tidak juga sih, aku bohong jika bilang tidak tahu twitter orang yang kusuka

Tapi aku tidak follow twitter nya

Males, aku tidak mau patah hati

Cinta membuatku takut, aku tidak mau ambil resiko…

Ah… menyukai repot, disukai juga repot

Nah terus maunya aku ini apa?

Bertanya pada diri sendiri seperti ini membuatku sedikit geli mendengarnya

Mmm…. Mauku itu yah adalah, “aku cepat nikah” itu saja…

menikah dengan orang yang tepat, yang terbaik dalam urusan dunia akhiratku

dengan menikah tentramlah hati, pikiran, dan ibadahku…

dan dengan menikah terlindungilah aku dari fitnah

Tapi selama ini aku juga sering dijodohkan

Ini kali kelima tepatnya aku dikhitbah orang

Satu diantaranya tidak ke rumah

Just omongan doang….

Dan rata-rata sudah memiliki pekerjaan

Ada yang PNS juga

Tapi semuanya ku tolak

Nah terus mauku apa? Katanya mau nikah? Gimana sih?!

Yah habisnya hatiku belum srek, belum deg begitu..

Mau PNS, mau PNI, mau PNA itu tidak berpengaruh padaku

Bukannya naif…

Cara berpikirku dan cara berpikir keluargaku memang agak beda

Untuk orang yang agak kritis sepertiku

Maka ketika aku tanya si dia dalil kenapa wanita harus menutup aurat?

Malah si PNS nya nanti jawab “memang dari sono nya kali”

Gubrak!…

Terus ketika misal kita punya anak

Mas ndak disuruh cepat pergi ke TPQ tah anaknya?

“Ah… udah! besok ulangan matematika

Nanti dia kudu jadi insinyur, ngaji mah belakangan”

Ding dong…..!

Terus terus nanti malah ada tokoh tambahan di rumah sembari nyuruh

“ngapain sih pakai rok dan jilbaban besar, seperti orang kolot saja, jadi istri yang modis donk!”

Aaaaaaaaaaaaaa,,,,,,, tidaaaaaaaaak!

Aku tak mau hidup melarat dengan kehidupan jauh dari nuansa Islami seperti itu

Ya sudah, nikaho sana sama ustad! Tidak dinafkahi, tahu rasa dikau!

Ng…? nggak begitu juga..

Nah terus?

InsyaAllah orang yang baik agamanya tidak akan menelantarkan istrinya

Rasulullah SAW kan begitu?

Orang yang faham agama tentunya tahu kewajibannya sebagai seorang suami

Dan aku juga mintanya tidak muluk-muluk

Aku hanya minta semoga “dia yang masih dirahasiakan Allah” dalam keadaan baik agamanya, baik aqidahnya, baik akhlaknya, baik ilmunya

Aku tidak suka shopping seperti kebanyakan wanita trendy di luar sana

Aku juga selama ini kalau ada rezeki Alhamdulillah

Tidak ada ya juga Alhamdulillah

Uang hasil ngelesi juga tidak aku minta meski sudah selesai kemarin

Bukannya tidak mau minta juga sih atas hakku, tapi aku sungkan

toweng toweng…..

Tenang tenang…. Aku tidaklah sebaik itu

Aku maunya dibimbing bukan membimbing

Aku tipe orang yang perlu didorong dan diberi contoh dalam kebaikan

Makanya aku butuh dibimbing, InsyaAllah nurut selama itu baik

Neh? Bicaraku semakin kemana-mana ini?

Nano-nano ulala….

Jadi sekali lagi yang kuinginkan syaratnya cuman sederhana

menikah dengan seorang yang “baik agamanya”

Sederhanakan?

Terus ada salah satu temanku menyarani ini padaku…

Kenapa tidak diajak nikah saja orang yang kamu suka itu?

Beh…..? sing gennah… masak iya aku melakukan itu.

Pertama: Dia itu masih anak-anak, masih belum punya pikiran keseriusan untuk menikah, suka sih suka tapi aku maunya nikah dengan orang yang serius. Bukan sama anak-anak.

Kedua: Ngapain aku ngajak-ngajak duluan…. Idih, amit-amit… Jangan bercanda begitu napa?

Ketiga: Aku harusnya berkaca, siapa aku? Dalam banyak hal aku masihah belum pantas.

Keempat: Dia pasti sudah ada seseorang yang special di hatinya, jadi mana mungkin aku berharap lebih, ngawur!

Terakhir, jika ada seorang yang membaca tulisanku ini jangan komplen ya?

Kalaupun mau komplen monggo-monggo aja sih….

Aku selipkan sebuah kata-kata seorang sufi nih, yang aku baca di sebuah buku judulnya “Logika Agama” Bpk. Quraish Shihab.

“Pergunakanlah dua cermin dalam dirimu, satu cermin untuk melihat kebaikan orang lain supaya kamu bisa mencontohnya dan tidak meninggi-ninggikan kebaikan dirimu sendiri, dan cermin yang lain dipergunakan untuk melihat keburukan dirimu sendiri supaya kamu mau memperbaikinya dan tidak mengorek-ngorek keburukan orang lain”

Intinya aku mau bilang, kalau coretanku ini ada manfaatnya, manfaatnya datang dari Allah, kalau ada jeleknya maafkan aku yah? because aku sedang lowong nih untuk iseng-iseng nulis, curhat maksudnya….

Aku menuang semua perasaanku lewat tulisan karena aku kurang vocal dalam berbicara

Aku juga rada introvert

Mengaku tertutup tapi kalau sekali cerita tidak tanggung-tanggung gitu loh?

Yang bener yang mana coba?

Ah, aku juga kadang bingung dengan diriku sendiri

Apa yang aku lakukan dan katakan senada dengan nuansa ruhiyahku

Jika ruhiyahku stabil maka apa yang aku nyatakan insyaAllah baik

Kalau ruhiyahku labil maka rada Gak Jelas!

Jadi mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

==================================================================

Jam Maria

Bangkalan, 19 November 2013

5.56 AM

Tinggalkan komentar