Sayang Anak – Sayang Anak

Posted on Updated on

Bumi Allah, 9 Maret 2014

Written: Ulala

 

Sering kita jumpai ketika melakukan perjalanan, para penjual asongan yang menjual mainan atau makanan ringan entah itu di terminal, angkutan umum, bus, kapal, pasar, dan sebagainya.

Peristiwa yang akan kita jumpai adalah saat para penjual itu mendekati ibu-ibu yang membawa anak-anak mereka, sang penjual akan berkata “sayang anak – sayang anak” sembari menyodorkan jualan penuh dengan aneka mainan yang mencuri perhatian anak-anak kecil itu. Lalu, respon berbeda pun muncul, ada ibu-ibu yang langsung membelikannya, dan ada juga ibu-ibu yang melototi anaknya sambil berkata “udah! Jangan jajan terus!”, serta ada juga yang tidak mampu mengontrol tangisan anaknya yang merengek minta dibelikan mainan/jajan dengan melayangkan cubitan pada si anak yang tidak mau berhenti menangis. Ow..

            Yah, respon pun boleh berbeda. Dan pengamat pun boleh berargument masing-masing. Sebagai pengamat terlebih wanita tentu akan mengambil pelajaran dari peristiwa kecil seperti contoh tersebut, karena nantinya adegan-adegan seperti itu akan menyita tokoh-tokoh baru yakni para wanita muda yang akan melaksanakan peran sebagai Ibu.

Dalam hal berinteraksi dengan anak-anak Rasulullah memberikan contoh. Suatu hari, Rasulullah mencium cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib . Saat itu, di sisi Rasulullah ada seorang sahabat yang bernama al-Aqra’ bin Habis at-Tamimi, melihat sikap Rasulullah begitu penyayang kepada cucunya, al-Aqra’ berucap, aku punya sepuluh orang anak, tetapi tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka. Rasulullah lantas berujar, “Barangsiapa yang tidak penyayang, maka tidak akan disayang”.

Islam mengajarkan untuk saling menyayangi. Siapa tidak penyayang? Maka ia tidak akan disayang, inilah yang Rasulullah SAW tegaskan kepada kita. Kasih sayang menimbulkan kebaikan dan pahala bagi yang mengerjakannya. Rasulullah bersabda:

“Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh ar-Rahman (Allah), sayangilah makhluk di muka bumi, maka kalian akan disayangi oleh Dzat yang berada di langit”. (HR. Abu Dawud, at Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim)

Bila agama ini menganjurkan sifat kasih sayang, lantas bagaimana mungkin kita tidak berusaha bersifat kasih dan sayang? Terutama kepada kaum hawa yang identik dengan sifat penyayang. Wanita sangat dituntut untuk bersifat kasih dan sayang terlebih terhadap anak-anak mereka. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:

“Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah para wanita Quraisy.” Nabi berkata dalam redaksi yang lain, “Wanita yang paling shalihah dari kalangan Quraisy adalah wanita yang paling penyayang kepada anak ketika kecilnya dan paling amanah ketika menjaga harta suaminya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kembali ke peristiwa penjual asongan, ibu, anak-anak, dan mainan tadi. Dari berbagai aspek nilai, seorang Ibu yang langsung memenuhi permintaan si anak untuk membeli mainan, bisa dinilai positif dalam menyayangi anak tapi juga bernilai negatif dalam hal memanjakannya jika sang ibu memiliki kebiasaan menjajani anaknya dengan mainan, maka tidak akan terelakkan kelak si anak akan sering menuntut hal-hal yang kurang berguna. Sama halnya dengan tindakan ibu yang lain yang melototi si anak untuk tidak beli mainan, bernilai positif dalam tidak membiasakan anak boros tapi juga bernilai negatif dalam hal tidak bersikap lembut kepada anak.

Dalam Islam, ada beberapa tips yang bisa dilakukan seorang wanita muslimah sebagai calon Ibu dalam menyayangi anak-anak kecil diantaranya:

  1. Memberikan Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah).

Calon ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jika seorang ibu sayang terhadap anak-anaknya, maka sudah sepatutnya si ibu mengajari mereka kebaikan. Kebaikan yang berhubungan dengan dunia dan akhirat.

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Hendaknya seorang wanita membaguskan pendidikan anak-anaknya. Karena anak-anaknya adalah generasi penerus di masa yang akan datang. Dan pertama kali yang akan mereka contoh adalah para ibu. Jika seorang ibu berakhlak, ibadah, dan pergaulan yang bagus, dan mereka tumbuh dan terdidik di tangan seorang ibu yang bagus, maka anak-anak nantinya akan mempunyai pengaruh yang positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya, baik lewat bantuan para bapak, atau jika tidak ada bapak-nya, lewat saudara-saudaranya atau pamannya, dan sebagainya.” (Daurul Mar’ah fi Ishlah al-Mujtama’ hal.25-26, Ibnu Utsaimin)

  1. Mengajaknya Shalat

Dalam hal ini ditekankan untuk “mengajak anak shalat” bukan hanya sekedar “menyuruh anak shalat”. Karena sudah jelas “mengajak” dan “menyuruh” itu sudah berbeda kontens, ketika seorang Ibu mengajak anaknya shalat tentu sang ibu juga pergi untuk shalat, berbeda dengan banyak kasus orang tua yang sekedar menyuruh anaknya shalat, sedang posisi si orang tua malah sedang nonton tv, baca koran, masak atau lain-lain tapi belum shalat.

Ketika orang tua pergi shalat lalu mengajak anaknya ikut shalat berjama’ah, maka hal ini akan membantu si anak untuk membiasakan diri shalat. Berbeda dengan orang tua yang tiap harinya menyuruh shalat tapi anaknya rewel tidak mau shalat, disebabkan si anak tidak pernah di ajak shalat berjama’ah maka sudah wajar ketika anak menjadi malas dalam shalat.

Suatu ketika Nabi keluar untuk shalat berjama’ah dengan menggendong Umamah binti Abil Ash di atas pundaknya. Apabila beliau shalat, saat rukuk beliau menaruh anak tersebut dan bila bangun dari rukuk beliau gendong kembali.

Seperti yang Rasulullah SAW contohkan ini baru pendidikan nyata dan benar terhadap anak-anak, bentuk kasih sayang orang tua kepada anaknya, mengajari mereka shalat, mengajak mereka shalat berjama’ah, dan membiasakan shalat. Sudah tentu jika kebiasaan ini diberlakukan sejak kecil maka kelak setelah baligh mereka anak-anak akan terbiasa dengan ibadah shalat.

Tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian orang tua yang justru mengajarkan anak-anaknya bernyanyi, menari, diikutsertakan dalam lomba nyanyi dan sebagainya. Para orang tua yang seperti ini malah bangga jika anaknya kecil-kecil sudah jago nyanyi. Tragisnya jika mereka tidak pernah mengajarkan anak-anak mereka shalat atau sekadar membawa anak-anak ke masjid. Apalagi orang tuanya pun ternyata tidak pernah shalat. Na’udzubillah.

  1. Mencandai Anak

Suatu ketika Ummu Khalid binti Khalid bin Sa’id masih anak-anak, datang menemui Rasulullah bersama bapaknya, saat itu dia memakai baju yang berwarna kuning. Maka Rasullullah berkata, “Baju yang bagus, bagus”. Kemudian dia memainkan cincin kenabian yang Rasulullah pakai, sampai bapaknya melarangnya, namun Rasulullah malah berkata, “Biarkan dia” Lantas Rasulullah berkata kepadanya, “Teruskan mainnya”. Beliau ucapkan sampai tiga kali. (HR. al-Bukhari)

Bermain dan bercanda dengan anak-anak adalah hal yang sangat menyenangkan, melihat mereka tertawa sembari menunjukkan giginya yang mungil dengan wajah polos tidak berdosa. Maka sangat disayangkan jika orang dewasa suka sekali membuat mereka ketakutan. Wahai ukhtifillah, sayang anak – sayang anak…

Tinggalkan komentar